Aturan Tentang KREMASI

Terakhir diperbaharui: 17 February 2017
Aturan Tentang KREMASI

Sebagai umat Katolik, kita percaya akan kebangkitan badan di akhir zaman. Selain itu, kita juga paham bahwa tubuh manusia merupakan inti dari identitas seseorang. Gereja Katolik pun menyatakan bahwa jenasah harus diperlakukan dengan hormat dan disemayamkan di tempat yang telah disetujui Gereja.

Sementara Gereja Katolik tetap menganjurkan pemakaman dengan cara dikubur, tata cara kremasi dapat diterima sebagai sebuah alternatif. Akan tetapi, “Gereja MELARANG KERAS menyebarkan abu jenasah ataupun menyimpan abu jenasah di rumah”, kata Kardinal Gerhard Muller, prefek Kongregasi Ajaran Iman. "Dengan merawat jenasah, Gereja menyatakan imannya akan kebangkitan badan dan MENJAUHKAN DIRI dari sikap ataupun ritual yang melihat kematian sebagai pelenyapan jiwa, atau sebuah proses reinkarnasi, ataupun sebagai proses bersatunya jiwa tersebut ke dalam alam semesta,"

Pada 1963, Kongregasi Ajaran Iman memberi dispensasi kepada praktik kremasi sejauh tidak menyangkal iman Kristiani akan kebangkitan badan. Namun, Hukum Gereja di saat itu tidak memberi penjelasan spesifik mengenai apa yang harus dilakukan pada abu jenasah setelah kremasi, dan konferensi waligereja berbagai negara telah meminta Kongregasi untuk mengambil sikap.

Hasilnya, setelah dikonsultasikan oleh para petinggi Kuria dan para uskup dalam sinode uksup serta disetujui oleh Paus Fransiskus, lahirlah pedoman "Ad resurgendum cum Christo" (Bangkit bersama Kristus), yang berisi instruksi mengenai "Penguburan jenasah dan penyimpanan abu jenasah pasca kremasi". 

Gereja Katolik dengan sepenuh hati masih sangat menganjurkan umat melanjutkan "praktik saleh menguburkan jenasah". Menguburkan jenasah merupakan 1 dari 7 karya belas kasih jasmani, dan berkaca dari penguburan Kristus sendiri.  ini secara jelas menggambarkan harapan akan kebangkitan badan ketika tubuh dan jiwa disatukan lagi oleh Allah.

Sebagai tambahan, kata beliau, saat seseorang dikuburkan di tanah, dan sama halnya saat tempat abu jenasah diletakkan di kolumbarium atau makam, kita juga harus menandainya dengan nama orang tersebut, yang mana melalui nama itu dirinya telah dibaptis dan diangkat menjadi anak Allah.

"Percaya akan kebangkitan badan adalah hal paling fundamental," kata beliau. "Jenasah manusia BUKANLAH sampah", dan praktik penguburan tanpa ditandai nama jenasah ataupun praktik menyebarkan abu jenasah "SANGAT TIDAK SESUAI dengan iman Kristiani." Menandai jenasah dengan namanya sendiri sangatlah penting karena Tuhan menciptakan masing-masing individu dan memanggilnya dengan namanya masing-masing.

Apa yang terjadi jika abu jenasah sudah terlanjur disebar?

Kardinal Muller mengusulkan agar dibuat sebuah plakat/tanda memorial di gereja atau di tempat lain yang pantas, yang memuat nama dari yang meninggal tersebut. Menandai tempat abu jenasah ataupun nisan dengan nama dari yang meninggal merupakan ungkapan iman akan "persekutuan para kudus", sebuah persatuan tak terputus dalam Kristus bagi mereka semua yang telah dibaptis.

"Sementara yang lain berhak untuk berdoa di depan makam" dan mengingat para anggota Gereja Katolik yang telah meninggal dalam Pesta Para Kudus dan peringatan semua orang beriman, menyimpan abu jenasah di rumah, kata beliau, bukan hanya tanda akan cinta dan dukacita, tapi juga merupakan tanda kegagal-pahaman orang-orang tersebut tentang bagaimana orang yang telah meninggal telah menjadi milik seluruh komunitas iman dalam Gereja, bukan hanya terbatas pada keluarga ataupun kerabat terdekat.

"Hanya dalam situasi yang sangat amat genting dan darurat", USKUP SETEMPAT dapat memberi izin agar abu jenasah dapat disimpan secara pribadi di rumah. Kardinal menyerahkan kepada konferensi waligereja di masing-masing negara untuk menentukan hal-hal apa yang dianggap genting dan darurat sehingga aturan ini dapat berlaku.

Menaruh abu jenasah di tempat yang telah disetujui Gereja juga "mencegah abu jenasah tidak terurus/terlupakan".  Mengenai trend "pemakaman hutan", yang mana abu jenasah dikebumikan lalu di atasnya ditaruh bakal tanaman, yang akan tumbuh besar menjadi pohon, dapat diterima dengan syarat pohon-pohon tersebut harus ditandai dengan nama orang yang dimakamkan di bawahnya.

"Kita percaya akan kebangkitan badan dan ini HARUS menjadi prinsip paling utama dalam pemahaman dan praktiknya,"

Anda merasa konten halaman ini menarik & bermanfaat juga bagi orang lain?

Yuk, bantu sebarkan kabar baik! Like & Share halaman ini dengan KLIK tombol di bawah ini:

Ayo simak terus selanjutnya...

YOUCAT 193 - Adakah logika dasar yang menyatukan sakramen-sakramen satu sama lain?

YOUCAT 193 - Adakah logika dasar yang menyatukan sakramen-sakramen satu sama lain?

31 Jan 2017

Seluruh sakramen merupakan perjumpaan dengan Kristus, Sang Sakramen pokok. Ada Sakramen Inisiasi ...

Selengkapnya
YOUCAT 192 - Apakah Gereja bisa mengubah dan memperbarui liturgi?

YOUCAT 192 - Apakah Gereja bisa mengubah dan memperbarui liturgi?

31 Jan 2017

Ada unsur liturgi yang bisa diubah dan ada yang tak bisa diubah. Yang tidak dapat diubah adalah s...

Selengkapnya
YOUCAT 191 - Ruang liturgi apa yang membentuk Rumah Allah?

YOUCAT 191 - Ruang liturgi apa yang membentuk Rumah Allah?

31 Jan 2017

Tempat-tempat inti Rumah Allah adalah Altar dengan Salib Kristus, Tabernakel, kursi-kursi selebra...

Selengkapnya

Ada pertanyaan atau komentar?

Yuk bagikan komentar kamu pada kolom di bawah ini. Pasti nanti akan ditanggapi. Terimakasih.