Minggu, 12 Maret 2017
Hari Minggu Prapaskah II
Kej. 12: 1-4a; Mzm. 33:4-5.18-19.20-22; 2Tim. 1:8b-10;
Mat. 17:1-9
Inilah AnakKu yang terkasih, kepadaNyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia” (Mat. 17:5b)
Kisah penampakan di Gunung Tabor disebut trans- figurasi. Yesus Sang Mesias sudah ditampilkan dalam kisah pembaptisan dan cobaan di padang gurun. Kini kemesias-an dihadirkan setelah pimpinan Yahudi semakin tidak suka dengan Yesus dan khalayak ramai pun mulai tidak memahami-Nya. Trans gurasi menggambarkan kemulian pada akhirnya setelah derita dan wafat di kayu salib. Peristiwa di Gunung Tabor itu semacam ringkasan semua tahap rencana penyelamatan Allah. Maka, tampil di sana tokoh-tokoh Perjanjian Lama, ada Musa dan Elia.
Kita tahu tokoh Musa adalah tokoh luar biasa. Pada Musalah Hukum Taurat ditorehkan dan ditanamkan pada umat Israel. Tokoh Elia disebut-sebut dalam Kitab Maleakhi karena ketaatan pada Taurat, di samping dialah yang melawan nabi-nabi Baal. Disandingkan pada tokoh-tokoh kunci itu, penginjil Matius mau mengatakan bahwa Yesus benar-benar Musa yang baru. Jalan-jalan Kasih sudah ditunjukkanNya agar semua manusia tetap setia ber- pegang teguh dan terarah pada Allah. Derita dan wafatNya di kayu salib adalah bukti ketaatanNya pada Bapa, disejajarkan dengan Elia yang taat pada Taurat.
Ikut Yesus bukan sekadar senang-senang, yang indah- indah. Ikut Yesus juga punya tuntutan-tuntutan, berani untuk memikul salib, masuk ke dalam penderitaan untuk mengalami kemuliaan Tuhan. bila dikaitkan dengan tema APP 2017 relevansinya dirumuskan seperti ini: bisa jadi, semakin berkeadilan dan semakin beradab akan ditempuh dengan susah payah dan beban salib, entah apa pun bentuknya. Namun, bacaan hari ini kiranya meneguhkan bahwa semua tidak pernah akan sia-sia. Di balik susah derita dan salib yang dipanggul, ada kemuliaan yang akan dialami. Yakinlah sebab itulah jalan Yesus yang harus Ia tempuh, derita, wafat dan kemuliaan.
Pertanyaan re ektif:
Jalan manakah yang aku tempuh selama ini? Jalan Salib dan Kasih Kemuliaan ataukah Jalan “senang” dan jalan “membabi buta”?
Marilah berdoa:
Ya Tuhan, Engkau telah menunjukkan jalan-jalan kesela- matan dan kemuliaan. Sayangnya, jalan-jalan itu penuh onak dan duri, enggan untuk ditapaki. Semoga aku berani untuk menempuh jalanMu, Tuhan, meskipun kaki ini berat untuk melangkah, meskipun batin ini pegal rasanya. Bersama dengan Engkau, sukacita berlimpah, dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.
(RD. B. Hardijantan Dermawan)