Renungan Harian APP 2018 - Kesetiaan Berbuah Penyelamatan

Terakhir diperbaharui: 14 March 2018
Renungan Harian APP 2018 - Kesetiaan Berbuah Penyelamatan

Kamis, 15 Maret 2018

Hari Biasa Pekan IV Prapaskah

Kel. 32:7-14; Mzm. 106:19-20, 21-22, 23; Yoh. 5:31-47

KESETIAAN BERBUAH PENYELAMATAN

“Telah Kulihat bangsa ini dan sesungguhnya mereka adalah bangsa yang tegar tengkuk”(Kel. 32:9)

Saudara-saudari yang terkasih dalam Tuhan,

Perikopa dari Kitab Keluaran Bab 32 ini berkisah tentang adegan Bangsa Israel yang menyembah lembu emas. Adegan ini menggambarkan secara tepat betapa sulitnya manusia untuk setia dan memihak pada Allah. Kesetiaan yang sudah ditunjukkan oleh Allah menyertai perjalanan panjang hidup mereka rupanya tidak cukup untuk menumbuhkan kesetiaan sebagai suatu tanggapan yang setimpal. Berkat dan kebaikan Allah cenderung untuk sekedar dinikmati sesaat. Kesulitan baru dan dorongan untuk hidup serakah gampang membuat orang lupa akan kasih dan kebaikan Tuhan.  Situasi ini sebetulnya hanya akan berakhir dengan suatu kehancuran. Syukur bahwa dalam perikopa ini ditampilkan tokoh Musa yang berperan istimewa sebagai pribadi yang setia kawan dalam keadaan apa pun, termasuk dalam situasi yang secara manusiawi sudah tidak ada alasan untuk dibela.

Bangsa Israel disebutkan sebagai bangsa yang sudah “tegar tengkuk”, keras kepala dan keras hati memilih jalan hidup sendiri dan meninggalkan Tuhan yang sudah senantiasa setia menyertai mereka. Mereka meninggalkan Tuhan, membuat lembu emas dan menyembahnya. Sikap dan situasi ini sebetulnya berakibat munculnya hukuman dari Allah terhadap mereka. Hukuman tersebut sedemikian berat sampai kemungkinan terjadi kebinasaan mereka.

Dalam peristiwa penyembahan lembu emas ini tampaklah keagungan jiwa Musa yang tiada bandingnya. Musa menurut pikiran manusiawi biasa dapat saja meninggalkan bangsanya. Namun itu tidak dia lakukan dengan semua resiko yang besar sekali Musa tetap setia menyertai bangsanya yang tidak setia dan memohonkan pengampunan dari Tuhan. Sebetulnya bisa terjadi sikap Musa ini berakibat fatal, karena bangsa Israel yang sedang penuh emosi meninggalkan Allah akan membunuh Musa. Di sinilah tampak keagungan Musa sebagai sahabat setia yang berani menanggung resiko. Dibalik sikap ini tersimpan cintanya yang begitu besar kepada bangsanya dan keyakinan pribadinya bahwa kasih setia Tuhan memang luar biasa.

Dikisahkan bahwa Tuhan mendengarkan permohonan Musa yang setia terhadap bangsanya yang keras hati; bangsa Israel memperoleh pengampunan dari Tuhan. Tuhan tidak jadi menghukum atau bahkan membinasakan bangsa Israel. Kesetiaan Musa “berbuah” pengampunan Tuhan yang membuat sejarah penyelamatan tetap berlangsung terus dan janji Tuhan tidak gagal. Peziarahan ini bisa terjadi karena kasih setia Tuhan yang tanpa batas dan kesetiaan Musa yang istimewa, menghantar bangsanya untuk kembali setia kepada Tuhan.

Saudara-saudari terkasih,

Tuhan Yesus mewujudkan sikap yang sama, baik dari pihak Allah maupun dari pihak pribadinya sebagai manusia seperti kita. Betapa banyak tantangan dan kesulitan yang dia hadapi untuk mewujudkan kesetiaannya pada Allah Bapa-Nya. Betapa sering karena kesetiaan itu, Dia akan dibunuh. Semua kesulitan dan ancaman tidak membuat Yesus menjadi tidak setia. Kesetiaan-Nya diwujudkan sampai titik akhir hidupnya. Ia rela menderita dan wafat karena kasih dan kesetiaan-Nya kepada Bapa di Surga dan kita manusia yang amat dicintainya. Karena kesetiaan-Nya kita diselamatkan.

Saudara-saudari terkasih,

Bagaimana dengan pengalaman hidup kita? Kalau kita sebentar menengok ke belakang, kita sering seperti bangsa Israel. Kita berkecenderungan untuk mudah tidak setia karena merasa kecewa atau merasa tidak dipenuhi harapan kita. Kita mudah melupakan  kebaikan dan kasih setia Tuhan. Pernahkah kita alami dalam peziarahan hidup seperti itu hadir seorang sahabat yang setia menyertai kita bagaikan Musa menyertai bangsa Israel yang tidak setia? Syukur kepada Tuhan bila kita mempunyai pengalaman tersebut. Pernahkah kita berperan seperti Musa menjadi sahabat yang setia terhadap rekan atau siapa pun yang sebetulnya sudah mau saya tinggalkan?  Kesetiaan yang tulus dalam persahabatan khususnya disaat-saat yang tidak mudah adalah salah satu wujud kasih yang sejati.

Ada suatu pengalaman yang terjadi dalam pasangan perkawinan. Semula pasangan ini adalah pasangan beda agama. Pelan-pelan pihak yang tidak katolik mengenali iman katolik. Akhirnya dia memutuskan untuk dibaptis dan menjadi seorang katolik. Ia mengalami kasih Tuhan dalam iman katolik yang di pilihnya. Ia menikah dengan pacarnya yang sudah dibaptis sebagai seorang katolik lebih dahulu. Setahun setelah perkawinan dirayakan, pihak perempuan yang menjalani hidup sebagai seorang katolik yang baru mengalami pukulan berat. Suaminya yang katolik berhubungan dengan perempuan lain, apalagi perempuan tersebut adalah rekan sekantor. Betapa berat menjalani hidup sebagai baptisan baru. Suaminya tempat ia berlindung malah tidak setia meninggalkan dia. Dalam situasi yang amat berat bahkan hampir setiap hari meneteskan air mata, ia berusaha tetap setia kepada Tuhan Yesus dalam iman katoliknya yang baru. Di awal-awal ditinggalkan suaminya ia selalu datang ke Bunda Maria, berdoa mohon penyertaan dan kasih-Nya. Perlahan-lahan ia mengalami kekuatan dari Tuhan melalui Bunda Maria. Dalam keadaan tidak mudah ia melanjutkan perjalanan hidupnya.

Kesetiaan perempuan istimewa ini berbuah kebangkitan dan kegembiraan dalam hidupnya sebagai orang beriman. Ia mengatakan bahwa tidak pernah menyesal menerima baptis sebagai orang katolik. Pengalaman ditinggalkan oleh suaminya tidak membuat ia meninggalkan Yesus. Dalam peerjalanan selanjutnya yang tidak mungkin diceritakan dalam kesempatan ini ia berjumpa dengan pria Katolik yang sungguh mencintainya. Ia memproses hidupnya dan menikah dengan pria tersebut. Keluarga baru ini tumbuh dalam kasih hingga saat ini dan mereka mengalami keluarga bahagia. Kesetiaannya kepada Tuhan berbuah kebahagiaan bahkan penyelamatan sebagaimana dia yakini.

Mari kita saling mendoakan agar tetap setia dalam peziarahan hidup beriman kita. Setia kepada Tuhan dan setia dalam panggilan dan perutusan-Nya. Semoga kesulitan dan kejatuhan yang dialami tidak menghilangkan keyakinan akan Tuhan yang tetap setia menyertai kita.

Pertanyaan reflektif

Apakah kita telah berusaha setia  kepada Tuhan dan setia pada panggilan dan perutusan kita?

Marilah berdoa

Ya, Tuhan. Jatuh bangun kami berusaha untuk setia kepada Tuhan. Bantulah kami agar tetap bersemangat dalam  menjalankan panggilan kami masing-masing. (P. Yohanes Purbo Tamtomo, Pr)

Anda merasa konten halaman ini menarik & bermanfaat juga bagi orang lain?

Yuk, bantu sebarkan kabar baik! Like & Share halaman ini dengan KLIK tombol di bawah ini:

Ayo simak terus selanjutnya...

Renungan Harian APP 2018 - Firman, Pembawa Kehidupan

Renungan Harian APP 2018 - Firman, Pembawa Kehidupan

13 Mar 2018

Rabu, 14 Maret 2018 Hari Biasa Pekan IV Prapaskah Yes. 49 8-15 Mzm.145 8-9, 13cd-14, 17-18 Yoh. 5...

Selengkapnya
Renungan Harian APP 2018 - Bhinneka dan Tidak Peduli

Renungan Harian APP 2018 - Bhinneka dan Tidak Peduli

12 Mar 2018

Selasa, 13 Maret 2018 Hari Biasa Pekan IV Prapaskah Yeh. 47 1-9, 12 Mzm. 46 2-3,5-6, 8-9 Yoh. 5 1...

Selengkapnya
Renungan Harian APP 2018 - Janji Allah

Renungan Harian APP 2018 - Janji Allah

11 Mar 2018

Senin, 12 Maret 2018 Hari Biasa Pekan IV Prapaskah Yes.65 17-21 Mzm. 30 2, 4, 5-6, 11-12a Yoh.4 4...

Selengkapnya

Ada pertanyaan atau komentar?

Yuk bagikan komentar kamu pada kolom di bawah ini. Pasti nanti akan ditanggapi. Terimakasih.