PROLOG

Terakhir diperbaharui: 31 March 2017
1979: Sunter Kangkungan 
Wilayah Sunter masih sepi dan terkenal dengan kebun kangkungnya, sehingga disebut juga Sunter Kangkungan. Umat Katolik di Kompleks Depkes, Gedung Rubuh, Pulo Kecil, dan Berdikari hanya berjumlah 9 keluarga. Karena jumlahnya sedikit, maka belum dibentuk Lingkungan. Namun demikian, Bapak Joseph Diaz dengan rajin mengunjungi keluarga-keluarga Katolik dan melakukan doa bersama.   

1979: Sunter Mas 
Sementara itu, di Sunter Mas jumlah umat Katoliknya juga masih sedikit, hanya 9 umat. Atas inisiatif Ibu Melly Tjendra, mereka mendaftarkan kelompok umat di Sunter Mas di Paroki Pulo Mas, namun diarahkan ke Paroki Katedral.   

1980: Paroki Katedral            
Tiga orang tokoh umat Sunter Kangkungan yakni Bapak Thomas Suroso, Bapak Petrus Sukamto, dan Bapak Roedjito melaporkan ke Keuskupan Agung Jakarta umat Katolik di Sunter Kangkungan sudah berjumlah 23 keluarga. Keuskupan lalu menetapkan Sunter Kangkungan sebagai Wilayah dari Paroki Katedral.   

1982: Sunter Hijau       
Pada suatu hari, Bapak Constantinus Sukanto Wisbowo ingin memberkati rumah yang baru ditempatinya di Sunter Hijau setelah pindah dari Paroki Maria Bunda Karmel – Tomang. Pastor Wiryowardoyo, Pr dari Paroki Katedral menyanggupi dengan syarat pada waktu pemberkatan rumah, Pak Sukanto harus bisa mengumpulkan umat Katolik yang ada di Sunter Hijau. Pada acara pemberkatan rumahnya terkumpul 40 umat Katolik di Sunter Hijau.   

1982: Lingkungan Santo Petrus 
Pastor Paroki Katedral, William P. Heffernan, MM meresmikan daerah Sunter menjadi Lingkungan dari Wilayah St. Petrus – Gunung Sahari dengan nama: Lingkungan St. Petrus XI sampai dengan XIII meliputi wilayah Sunter Kangkungan, Sunter Mas, dan Sunter Hijau.   

11-Aug-1984: Wilayah St. Christophorus 
Dengan berkembangnya perumahan di Sunter Jaya, umat Katolik bertambah banyak, lalu dibentuk Wilayah St. Christophorus yang terdiri 8 Lingkungan. Dengan demikian, Wilayah St. Christophorus adalah Wilayah pertama di Sunter Selatan dengan Ketua Bapak Petrus Sukamto dan Sekretaris Bapak Ignatius Wiyana.   

1984: Sunter Utara dan Sunter Selatan 
Mulai tahun ini, umat Katolik di Kelurahan Sunter Agung (Paroki Pademangan atau Sunter Utara) dan Kelurahan Sunter Jaya (Paroki Katedral atau Sunter Selatan) mengikuti misa di Aula Sekolah St. Lukas Sunter Utara. Umat Sunter Utara dan Sunter Selatan bersama-sama membangun Gereja Katolik di Sunter Agung dalam wadah PPGS (Panitia Pembangunan Gereja Sunter).   

29-Aug-1986: Malam Dana   
PPGS menyelenggarakan Malam Dana di Hotel Borobudur Inter Continental dengan pembawa acara Kris Biantoro dan sejumlah artis. Di antaranya Maya Rumantir dan Ateng – Iskak.  Kegiatan ini menghasilkan dana sebesar Rp 37 juta.   

1987: Wilayah Santo Servasius      
Wilayah St. Christophorus dimekarkan menjadi Wilayah St. Christophorus (Sunter Mas dan Sunter Hijau) dan Wilayah St. Servasius (Depkes, Gedung Rubuh, Pulo Kecil dan Berdikari). Nama pelindung St. Servasius dipilih oleh Pastor Paroki Katedral, yaitu Pastor Kurris, SJ. St. Servasius adalah nama gereja di tempat kelahiran Pastor Kurris, yaitu di Maastricht, Belanda.   

1989: Wilayah Santa Anna 
Wilayah St. Christophorus dimekarkan (lagi) menjadi Wilayah St. Christophorus  (Sunter Mas) dan Wilayah St. Anna (Sunter Hijau dan Sunter Indah). Nama pelindung St. Anna dipilih karena nama pelindung yang ada pada saat itu semuanya santo dan belum ada santa.    

1990: Wilayah Santa Maria  
Wilayah St. Anna dimekarkan menjadi Wilayah St. Anna (Sunter Hijau) dan Wilayah St. Maria (Sunter Indah). Nama pelindung Wilayah St. Maria dipilih bahwa St. Maria adalah putri dari St. Anna.   

13-Aug-1992: Tanah Gereja Sunter Selatan 
Pada saat itu, sudah ada sumbangan tanah untuk Gereja dari PT Agung Podomoro di dekat Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Namun tanah tersebut tidak disetujui Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) karena berbentuk segi tiga dan tanah-tanah di sekitarnya tidak bisa dibebaskan supaya berbentuk segi empat. KAJ lalu memutuskan Gereja St. Lukas akan dibangun di tanah milik KAJ, yakni ex STM Strada dekat Sekolah St. Lukas, dengan pertimbangan bahwa di situ cukup banyak umat Katoliknya.   Uskup Leo Soekoto memberitahukan bahwa gereja harus berdiri di daerah Sunter Utara dulu, baru di Sunter Selatan. Beliau meminta umat Sunter Selatan membantu pembangunan di Sunter Utara dan mulai mencari lokasi gereja yang baru di Sunter Selatan.   Bapak Sukanto dan Bapak Hardy Halim menghubungi Bapak Trihatma (pimpinan PT Agung Podomoro) untuk menukarkan tanah yang di dekat Pengadilan Negeri Jakarta Utara dengan tanah di Jalan Taman Sunter Indah Blok A-3 No 14–20, Sunter Jaya, Jakarta, seluas 5.390 m2   Setelah disetujui, Pak Sukanto (Ketua Wilayah St. Anna), Pak Soeryana Sofyan (Ketua Wilayah St. Christophorus), Pastor Kurris, dan Pastor Eko Susanto, Pr meninjau lokasi tanah tersebut. Mereka lalu menulis surat kepada Uskup Agung Jakarta memberitahukan bahwa ada lokasi tanah yang bagus untuk Gereja di Sunter Selatan. Setelah segala sesuatunya disetujui KAJ, dilakukan proses pengalihan Surat Hibah dari tanah dekat pengadilan Negeri Jakarta Utara ke tanah di Taman Sunter Indah dengan Akta No. 217, tanggal 13 Agustus 1992 di Kantor Notaris Misahardi Wilamarta, SH.   

25-Apr-1993: Pemberkatan Gereja St. Lukas 
Pada pemberkatan Gereja St. Lukas di Sunter Agung, Bapak Uskup berpesan agar umat di Sunter Selatan segera mulai mencari dana (lagi) bagi pembangunan gereja baru yang tanahnya sudah tersedia.   Karena tanah calon gereja di Sunter Selatan ini berada di dalam kompleks yang mahal, maka ia memberi isyarat bahwa PPGSS harus menyediakan dana sedikitnya Rp 2 miliar. Sebagai perbandingan, pembangunan Gereja St. Lukas menghabiskan biaya Rp 1.3 miliar.